Kamis, 28 Februari 2013 0 komentar

Belajar Jalan

Dear anakku
Lima bulan sudah berlalu sejak terakhir ayah bercerita tentang kamu di sini. Sekarang umur kamu sepuluh bulan. Banyak sekali kemajuan yang kamu dapat. Pertumbuhan badan kamu normal. Awalnya berat badan kamu sampai sembilan kilogram tapi sejak bulan ke delapan sampai bulan ke sepuluh nggak naik lagi. Gigi kamu sudah tumbuh dua buah di gusi bawah. Sebelum tumbuh gigi, kamu mulai sering ileran/ngeces. Ngacah kalau orang Sunda bilang. Kamu jadi sering menggigit semua benda yang kamu pegang. Mungkin karena gusinya gatal mau tumbuh gigi. Setelah giginya tumbuh, ya makin menjadi saja kebiasaan kamu menggigiti benda.

Yang ayah syukuri, kamu tidak punya masalah dengan makanan. Semua makanan kamu suka, kecuali makanan khusus bayi yang dijual di swalayan. Kamu lebih suka makanan yang dimasak sendiri sama Bunda. Awalnya cuma wortel, brokoli dan bayam yang diblender. Kemudian mulai dicampur nasi atau bubur. Sekarang, diumur sepuluh bulan kamu sudah pernah merasakan paha ayam utuh, kerupuk segala jenis, Bengbeng, jus jambu, risol, kroket, goreng tempe, timun mentah dan banyak jenis jajanan. Tapi porsinya dijaga oleh Ayah dan Bunda supaya tidak berlebihan. Alhamdulillah kamu nggak pernah bermasalah sama pencernaan. Kamu nggak pernah sakit perut. Kecuali bau pup kamu yang, eugh..

Masuk bulan ke sepuluh, kamu sudah belajar berdiri dengan berpegangan ke dinding atau kaki kursi. Sekarang kamu sudah bisa berjalan lima sampai enam langkah untuk kemudian jatuh terduduk. Ayah pikir kamu anak yang hiperkatif. Kamu nggak bakal betah kalau duduk dipangku, maunya mondar-mandir keliling rumah. Belasan kali kamu jatuh, terbentur sampai benjol tapi tetap saja kalau diminta untuk diam di tempat atau disuruh main mainan yang kamu punya, kamu menolak. Kamu memilih mengacak-acak cucian baju, mengorek sumbat saluran air, membanting gelas di rak piring, mengusap ban motor. Intinya memporak porandakan rumah.

Oh iya, karena beberapa pertimbangan dan salah satunya supaya kamu bisa main lebih bebas di tempat yang lebih luas maka Ayah dan Bunda memutuskan mengontrak rumah. Kamu sih betah-betah aja sepertinya, malah sudah punya banyak teman main dari tetangga kiri kanan. Tapi Mbah Kakung sama Mbah Uti jadi protes tiap hari minta kamu main ke rumah mereka karena tanpa kamu lagi rumah Mbah jadi sepi.

Terlalu banyak yang bisa diceritakan sampai Ayah bingung. Ini akibatnya kalau Ayah menulis soal kamu setiap 4 bulan sekali. My bad. Mungkin minggu depan ayah cerita lagi di sini karena ada rencana mau mengajak kamu main ke Taman Kota. Insya Allah.
 
;